Masih menceritakan alam. Ini tulisan yang aku simpan tiga tahun yang lalu. Sayang kalau hanya di simpan tanpa di publikasikan. Dari dulu sampai sekarang kita dengan alam saling berbagi dan menemani.
Tanggal 15-10-2010
“Maaf jika aku salah”
“Jangan salah kan siapa-siapa, keadaanpun tak salah
dengan keadaa ini.
“Aku sudah mengotorimu dengan keaadanku yang begini,
membuatmu tak enak untuk dipandang”.
“Yah, kadang aku menyalahkan kalian, dengan
tumpukan-tumpukan yang berserakan di tubuhku ini. Tapi aku tak mampu untuk
memarahi kalian apalagi untuk menyingkirkan kalian dari sini”.
Sayup-sayup ku dengar cerita yang menyedihkan dari
bawah badan ku ini. Aku ingin menangis melihatnya. Tapi aku juga ingin menangis
dengan keadaanku seperti ini. Teman-temanku semua pergi. Aku juga ingin
menyalahkan siapa. Berlahan-lahan semua mati dan kotor. Hujan pun mulai deras
sampai akar-akar ku pun tak mampu untuk menampung air yang dicurahkan awan.
Andaikan
sampah, sungai dan pohon dapat berbicara dia akan mengatakan seperti itu. Tak
sadarkah kita dengan semuanya. Mereka memang tak hidup seperti kita, tapi
sampah, sungai, dan pohon ingin diperhatikan layaknya manusia. Perasaan manusia
harusnya lebih peka dari pada makhluk lain, ataupun benda yang tak bernyawa
(gak peka). Kalau terus seperti ini keadaanya bukan ramalan tapi kenyataannya
Jakarta akan banjir kemungkinan sampah-sampah yang ada akan menumpuk disungai.
Mau kemanakah penduduk Jakarta?
Ayo
kita harus lebih sensitif dengan keadaan negeri ini. Bicara dan menulis lebih
mudah dari pada melakukannya. Tapi setidaknya kita harus berusaha untuk
melestarikan alam yang kita cintai. Kita mencintai alam dan alampun mencintai
kita.