Jumat, 10 Juni 2011

Tongkat Sapu

Dia memandang tongkat sapu di pojokan gedung. Tongkat sapu itu telah menghancurkan hidupnya dan juga telah memberikan kehidupan baginya. Gedung yang mewah, dimana anak-anak orang kaya di sekolahkan di gedung bertingkat itu. Anak-anak yang kurang sopan terhadap dirinya . sering kali dia di remein menimbulkan sakit hati di dadanya. Setiap harinya dia di temani tongkat sapu walaupun dia membencinya tapi dia tidak bisa melepasnya dari kehidupan yang ada. Tongkat sapu menemaninya untuk membersihkan gedung SMA Raya. Anak-anak yang tahunya hanya makan tanpa peduli membuang sampah pada tempatnya. Karena mungkin mereka berpikir ada dua sahabat yang akan membersihkannya. Si tongkat sapu dan bapak tua yang umurnya sudah 60 tahun. Hatinya terhibur jika hari senin mulai tiba. Pada waktu upacar bendera anak-anak sering menyanyikan lagu wajib nasional indonesia pusaka, lagu favoritnya bapak tua. Esok harinya yang di tunggu bapak tua, dia berangkat pagi dari rumahnya yang reyot. Di buat dari kardus-kardus, sering kali wilayah yang dia tempati di gusur. Walaupun dia mendapatkan gaji setiap bulan tapi dia belum bisa membayar kontrakan yang layak huni. Masih banyak alasan kenapa dia belum memakai uang gajinya. Ini semua ada kaitannya dengan tongkat sapu.

Indonesia tanah air beta
Pusaka nan abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa
Di sana tempat lahir beta
Di buai di besarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata

Bapak tua menangis mendengar lagu itu. Dia lalu pergi menemui si tongkat sapu. Hari-harinya yang selalu dengan si tongkat sapu. Kadang dia marah dengan tongkat sapu di bantingnya tongkat sapu itu. Kadang dia mengelus si tongkat kayu dengan lembut. Pagi ini dia kelihatan ceria. Si tongkat sapu di bersihkan dan di elus-elus.
“Hari ini adalah gajiku, aku berterimakasih ke padamu. Aku akan mengumpulkan uang, isriku akan kembali kepadaku”. Katanya dengan tersenyum. Dia melewati koridor gedung ke kantor atas untuk menerima gajinya.
“Permisi , pak saya mau mengambil gaji”.
“Oh ya pak burhan, terima kasih ini gaji anda”. Kata atasannya dengan tersenyum ramah membuat bapak tua nyaman. Hari yang membuatnya bahagia, uang yang sudah dia kumpulkan selama dua tahun mencapai satu juta. Dia tak ingin istrinya menjadi pembantu disana. Istrinya sudah tua juga. Dia ingin istrinya dan dia bisa menikmati hari tua dengan indah. Gara-gara tongkat sapu dia di tinggal istrinya. Coba kalau dia tidak bersahabat dengan tongkat sapu, tidak akan seperti ini. Tapi hari ini juga tongkat sapu akan menyatukan dia dengan istrinya. Sepulang dari sekolahan bapak tua mendatangi rumah mewah itu. Istrinya pasti betah di sini. Tidak akan takut untuk di gusur. Andai saja dia mempunyai keturunan istrinya tidak akan meniggalkannya sendiri.

Dan hari ini adalah waktunya.

Dia memasuki rumah itu, di lihatnya wanita sebaya dengan dia sedang menyiram bunga. Bapak tua berdehem, wanita itu melihatnya den terkejut.
“Bapak, kenapa disini?” Tanya wanita itu kaget.
“Pulanglah, aku ingin kamu pulang”. Kata bapak dengantersenyum.
“kita akan punya kontrakan yang bagus, dan...”.
“Sudah lah pak, aku tidak mau”. Potong wanita itu lagi. Bapak tua itu kaget, selama dua tahun dia bekerja keras untuk mendapatkan uang agar istrinya kembali apa gara-gara tongkat kayu istrinya tidak mau kembali.
“Bapak lanjutkan saja pekejaan bapak”.
Bapak tua tidak ada kata-kata lagi untuk bertanya kenapa. Dia diam dan pergi. Hidupnya akan terus bersama tongkat sapu. Tongkat sapu yang memahaminya.

(Belajar Sebuah keikhlasan, postingan lama bisa diliat di kompasiana dan note Fb)



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML