Selasa, 11 Februari 2014

Bersahabat dengan Alam Jilid 2

Masih menceritakan alam. Ini tulisan yang aku simpan tiga tahun yang lalu. Sayang kalau hanya di simpan tanpa di publikasikan. Dari dulu sampai sekarang kita dengan alam saling berbagi dan menemani.

Tanggal 15-10-2010 

“Maaf jika aku salah”
“Jangan salah kan siapa-siapa, keadaanpun tak salah dengan keadaa ini.
“Aku sudah mengotorimu dengan keaadanku yang begini, membuatmu tak enak untuk dipandang”.
“Yah, kadang aku menyalahkan kalian, dengan tumpukan-tumpukan yang berserakan di tubuhku ini. Tapi aku tak mampu untuk memarahi kalian apalagi untuk menyingkirkan kalian dari sini”.

Sayup-sayup ku dengar cerita yang menyedihkan dari bawah badan ku ini. Aku ingin menangis melihatnya. Tapi aku juga ingin menangis dengan keadaanku seperti ini. Teman-temanku semua pergi. Aku juga ingin menyalahkan siapa. Berlahan-lahan semua mati dan kotor. Hujan pun mulai deras sampai akar-akar ku pun tak mampu untuk menampung air yang dicurahkan awan.

Andaikan sampah, sungai dan pohon dapat berbicara dia akan mengatakan seperti itu. Tak sadarkah kita dengan semuanya. Mereka memang tak hidup seperti kita, tapi sampah, sungai, dan pohon ingin diperhatikan layaknya manusia. Perasaan manusia harusnya lebih peka dari pada makhluk lain, ataupun benda yang tak bernyawa (gak peka). Kalau terus seperti ini keadaanya bukan ramalan tapi kenyataannya Jakarta akan banjir kemungkinan sampah-sampah yang ada akan menumpuk disungai. Mau kemanakah penduduk Jakarta?


Ayo kita harus lebih sensitif dengan keadaan negeri ini. Bicara dan menulis lebih mudah dari pada melakukannya. Tapi setidaknya kita harus berusaha untuk melestarikan alam yang kita cintai. Kita mencintai alam dan alampun mencintai kita.
Read More




Selasa, 04 Februari 2014

Bersahabat dengan Alam

Terlihat indah saat semuanya tenang
Akhir-akhir ini alam selalu tampak  marah. Bagaimana cara kami untuk membuat alam tenang? Kami ingin bersahabat dengannya.  Saat alam marah semuanya akan menjadi bencana. Bencana banjir, gunung meletus, gempa bumi, dan kemarau yang berkepanjangan. Kami tahu semuanya karena perbuatan kami. Apakah kita tak bisa saling memaafkan? Biar semua menjadi baik tanpa ada rasa gelisah. Sepertinya Tuhan mengerti bahwa manusia sering ingkar janji sehingga alam pun belum ingin bersahabat dengan kami.

Perjalanan Semarang-Yogyakarta (31 Januari 2014) dengan ditemani alunan lagu dari musisi jalanan. 

Lagu dari ebiet "Berita kepada Kawan"

Perjalanan ini, Trasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak dudukDisampingku kawan
Banyak ceritaYang mestinya kau saksikan, Di tanah kering bebatuan
Tubuhku terguncang, Dihempas batu jalanan
Hati tergetar menatap kering rerumputan, Perjalanan ini pun
Seperti jadi saksiGembala kecil
Menangis sedih ...
Kawan coba dengar apa jawabnya, Ketika di kutanya mengapa
Bapak ibunya tlah lama matiDitelan bencana tanah ini
Sesampainya di laut, Kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombakKepada matahari
Tetapi semua diam, Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiriTerpaku menatap langit
Barangkali di sana, ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana, Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita, Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
 Atau alam mulai enggan, Bersahabat dengan kita coba kita bertanya dengan rumput yang bergoyang

Lagunya mengingatkan kita betapa alam begitu marah kepada manusia. Manusia sering membuat alasan dengan menyalahkan alam yang sudah tua. Bukan salahnya menjadi tua, karena semua kehidupan akan bertambah usia tinggal bagaimana kita merawatnya. Semoga kita bisa bersahabat dengan alam. Ujian di bulan-bulan ini kita hadapi dengan kesabaran.



Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML